IBX5980432E7F390 Haal dan Syaratnya dalam Bahasa Arab - Doa Senjata Muslim

Haal dan Syaratnya dalam Bahasa Arab

Pengertian Haal

Haal adalah isim manshub yang menjelaskan keterangan keadaan yang samar.

Adakalanya menjelaskan keadaan fi’il, seakan-akan:
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا = Zaid telah datang seraya berkendaraan

Lafazh رَاكِبًا berkedudukan sebagai hal dari lafazh زَيْدٌ yang menjelaskan keadaan Zaid waktu kedatangannya.

Begitu juga seperti yang terdapat dalam firman Allah ta’ala:
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا = “Maka keluarlah Musa dari kota itu (Mesir) dengan rasa takut”. (Al-Qhasash:21).

Lafazh خَائِفًا berkedudukan sebagai hal dari lafazh خَرَجَ yang menjelaskan keadaan Musa waktu keluarnya.

Adakalanya menjelaskan maf’ul, seolah-olah contoh berikut:
رَكِبْتُ اْلفَرْسَ مُسَرَّجًا = Aku telah menunggang kuda seraya berpelana.

Lafaz مُسَرَّجًا menjadi hal dari maf’ul yang menjelaskan keadaan kuda waktu dipakai angkutan di atasnya.

Dan juga seakan-akan yang terdapat dalam firman Allah ta’ala berikut:
وَاَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا
“Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia”. (an-Nisa:79).

Lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf kaf yang terdapat pada lafazh وَاَرْسَلْنَاكَ. Atau menjelaskan kedua-duanya (fa’il dan maf’ul), seakan-akan dalam teladan:

لَقَيْتُ عَبْدَ اللهِ رَاكِبًا = Aku telah bertemu Abdullah seraya berkendaraan
Yang dimaksud seraya berkendaraan itu ialah bisa saja aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.

Haal dan Syaratnya dalam Bahasa Arab


Syarat-syarat Haal 


  • Tidak lah terbentuk hal kecuali nakirah. Apabila ada hal dengan lafazh ma’rifah, maka harus di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seakan-akan contoh berikut:
    جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ = Zaid telah tiba sendirian

    Taqdirnya ialah
    جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا = Zaid telah datang sendirian

Keterangan:
Lafazh وَحْدَهُ berkedudukan sebagai haal . Sekalipun lafazhnya menunjukkan bentuk ma’rifah, tetapi maknanya di-takwil-kan nakirah. Bentuk lengkapnya yaitu جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا

Biasanya haal itu dalam bentuk musytaq, yaitu berakar dari mashdar, contohnya: رَاكِبًا berakar dari lafazh رُكُوْبٌ , dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ. Dan terkadang ada juga hal yang berbentuk jamid, namun mengandung makna musytaq, seolah-olah acuan-contoh berikut:

بَدَتِ اْلجَارِيَةُ قَمْرًا = anak perempuan itu tampak bagaiakan bulan
Yang dimaksud dengan dengan bulan ialah bercahaya.

بِعْتُهُ يَدًا بِيَدٍ = aku telah menjual barang itu secara timbang terima
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima ialah jual beli secara kontan.

وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا = masuklah kalian seorang seorang
Yang dimaksud seorang-seorang yaitu berurutan.

  • Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah tepat kalam-nya, ialah setelah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan makna bahwa lafazh hal itu tidak termasuk salah satu dari kedua pecahan lafazh jumlah, namun tidak juga yang dimaksud bahwa keadaan kalam itu cukup dari hal (tidak membutuhkan hal) dengan berlandaskan firman Allah ta’ala:
    وَلاَ تَمْشِ فِي الأَرْضِ مَرَحًا
    = “dan janganlah kau berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra’:37).
  • Tidak ada shahibul haal (pelaku hal) kecuali harus dalam bentuk ma’rifah, sebagaimana yang telah dikemukakan pada teladan-contoh di atas. Atau dalam bentuk nakirah bila ada perkara-perkara yang membolehkannya, yaitu: Hendaknya hal mendahului nakirah. Hendakanya nakirah di-takhsish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak sesudah nafi.

Contoh haal yang mndahului nakirah:
فِي الدَّارِ جَالِسًا رَجُلٌ = di dalam rumah itu terdapat seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai hal dari lafazh رَجُلٌ.

Contoh shahibul haal yang di-takhsish oleh idhafah seperti yang terdapat di dalam firman Allah berikut:
فِيْ اَرْبَعَةِ اَيَّامٍ سَوَاءً = “dalam empat hari yang genap”. (al-Fushilat:10).

وَمَا اَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ اِلاَّ لَهَا مُنْذِرُوْن
“dan kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan”. (asy-Syura:208).

Lafazh لَهَا مُنْذِرُوْن ialah jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ, keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dianggap sah karena ada huruf nafi yang mendahuluinya.

Dan qiraat (bacaan) sebagian ulama, lafazh مُصَدِّقٌ pada ayat berikut dibaca dengan nashab, yaitu:
وَلَمَّا جَاءَ هُمْ كِتَابٌ مِّنْ عِنْدِ اللهِ مُصَدِّقًا
“dan setelah datang kepada mereka al-Quran dari Allah yang membenarkan”. (al-Baqarah:89).

Lafazh مُصَدِّقًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh كِتَابٌ yang nakirah karena di-takhsish oleh zharaf, yaitu lafazh مِّنْ عِنْدِ اللهِ.

Hal ada juga yang berbentuk zharaf, seperti:
رَأَيْتُ اْلهِلَالَ بَيْنَ السَّحَابِ = aku telah melihat bulan di antara awan.
Lafazh بَيْنَ adalah zharaf makan yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh اْلهِلَالَ .

Ada juga yang berbentuk jar dan majrur, seolah-olah pada firman Allah berikut:
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِيْنَتِهِ
“maka keluarlah karun kepada kaumnya dalam kemegahannya”. (al-Qashah:79).

Lafazh فِي زِيْنَتِهِ berkedudukan sebagai haal dari dhamir yang terkandung di dalam lafazh خَرَجَ.

Lafazh yang berbentuk zharaf maupun jar majrur keduanya berkaitan dengan lafazh مُسْتَقِرٌّ (isim fa’il) atau اِسْتَقَرَّ (fi’il madhi), keduanya tersimpan secara wajib. Bentuk lengkap ayat tersebut adalah:
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مُسْتَقِرًّا فِي زِيْنَتِهِ

Ada pula yang berbentuk jumlah khabariyah (kalimat berita) yang berkaitan dengan waw dan dhamir sekaligus. Contohnya seakan-akan dalam firman Allah berikut:
خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ اُلُوْفٌ
“mereka itu keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya)”. (al-baqarah:243).

Jumlah atau kalimat وَهُمْ اُلُوْفٌ berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazh خَرَجُوْا yang berkaitan dengan waw dhamir, yaitu هُمْ.

Atau berkaitan dengan dhamir saja, seakan-akan:
اِهْبَطُوْا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ
“turunlah kau! Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain”. (al-Baqarah:36).

Lafazh بَعْضُكُمْ berkedudukan menjadi mubtada, dan lafazh عَدُوٌّ menjadi khabar-nya, sedangkan lafazh لِبَعْضٍ berkaitan dengan khabar dan jumlah mubtada dan khabar menjadi haal dari fa’il lafazh اِهْبَطُوْا , yaitu lafazh أَنْتُمْ yang tersimpan atau berkaitan dengan waw saja, seperti yang terdapat di dalam firman Allah:

لَئِنْ اَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ
“jika dia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang besar lengan berkuasa)”. (Yusuf:14).

Jumlah  atau kalimat عُصْبَةٌ berkedudukan sebagai haal dari lafazh الذِّئْبُ yang berkaitan dengan waw saja.

Terimakasih telah membaca artikel perihal Haal dan Syaratnya dalam Bahasa Arab, supaya menjadi ilmu yang bermanfaat!

Berlangganan Untuk Mendapatkan Artikel Terbaru:

0 Komentar Untuk "Haal dan Syaratnya dalam Bahasa Arab"

Posting Komentar