IBX5980432E7F390 Isim yang Beramal Seperti Amal Fi’il - Doa Senjata Muslim

Isim yang Beramal Seperti Amal Fi’il

Perlu diketahui bahwa asal amal itu hanyalah bagi fi’il saja, namun juga terdapat tujuh isim yang mampu bersedekah seolah-olah fi’il.

Isim yang Beramal Seperti Amal Fi’il

Yang pertama adalah mashdar dengan syarat mampu menduduki kedudukan fi’il-nya disertai an mashdariyyah atau maa mashdariyyah, seakan-akan:

يُعْجِبُنِيْ ضَرْبُكَ زَيْدًا أَيْ أَنْ تَضْرِبَ زَيْدًا
Mengagumkanku pukulanmu pada Zaid, yakni pukulanmu terhadap si Zaid

يُعْجِبُنِيْ ضَرْبُكَ زَيْدًا أَيْ مَا تَضْرِبُهُ 
Mengagumkanku pukulanmu pada Zaid, yaitu pukulanmu terhadap si Zaid

Ada tiga cara mashdar beramal, yaitu dengan yang di-mudhaf-kan, yang di-tanwin-kan, dan yang disertai alif dan lam. Akan tetapi, mengamalkannya dalam keadaan  di-mudhaf-kan lebih banyak dibanding yang di-tanwin-kan dan yang disertai al. Seperti acuan di atas, dan firman Allah berikut:

وَلَوْلَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) manusia”. (al-Baqarah:251).

Lafazh النَّاسَ maf’ul dari lafazh دَفْعُ yang di-idhafah-kan kepada lafazh اللهِ, yaitu yang menjadi fa’il-nya.

Sedangkan pengamalan dalam keadaan di-tanwin-kan lebih mendekati analogi, seakan-akan firman Allah:

اَوْ اِطْعاَمٌ فِي يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍ يَّتِيْمًا
“atau member makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim”. (al-Balad:14-15).

Taqdirnya: اِطْعاَمُهُ........يَتِيْمًا

Dan pengamalan dalam keadaan disertai alif dan lam (al) hukumnya jarang, alasannya jauh sekali dari menyerupai fi’il, seolah-olah ungkapan seorang penyair:

ضَعِيْفُ النِّكَايَةِ أَعْدَاءَهُ = musuh-musuhnya lemah untuk dapat mengalahkannya.

Yang kedua ialah isim fa’il, seolah-olah ضَارِبٌ dan مُكْرِمٌ. Jika ia disertai al, maka ia mampu beramal secara muthlaq, mengandung makna madhi, hal atau istiqbal, contoh:

هَذَا الضَّارِبُ زَيْدًا أَمْسِ = Ini ialah orang yang memukul Zaid kemarin.
هَذَا الضَّارِبُ زَيْدًا اْلآنَ = Ini yaitu orang yang memukul Zaid kini.
هَذَا الضَّارِبُ زَيْدًا غَدًا = Ini yaitu orang yang memukul Zaid besok.

Jika tanpa al, maka ia dapat beramal dengan dua syarat, ialah: keadaannya menunjukkan makna seketika atau kala mendatang, dan berpegang kepada nafi atau istifham atau mukhbar ‘anhu atau maushuf, teladan:
مَا ضَارِبٌ زَيْدٌ عَمرًا = Zaid bukanlah orang yang memukul ‘Amr

Atau terletak setelah istifham, contoh:
أَضَارِبٌ زَيْدٌ عَمرًا = Apakah Zaid orang yang memukul ‘Amr

Atau berkedudukan sebagai mukhbar ‘anhu, contoh:
زَيْدٌ ضَارِبٌ عَمْرًا = Zaid orang yang memukul ‘Amr

Atau berkedudukan sebagai maushuf, contoh:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ ضَارِبٍ عَمْرًا = Aku telah berjumpa dengan seorang pria yang memukul ‘Amr

Yang ketiga ialah berbentuk wazan mubalaghah, yaitu wazan فَعَّالٌ  atau فُعُوْلٌ atau مِفْعَالٌ atau فَعِيْلٍ atau فَعِلٌ. Ketentuannya sama dengan isim fa’il. Dengan kata lain, bila menjadi shilah al, maka ia berzakat secara muthlaq, seperti:

جَاءَ الضَّرَّابُ زَيدًا = telah datang orang yang banyak memukul Zaid

Jika tanpa al, maka baru dapat berinfak dengan dua syarat yaitu menunjukkan makna sekarang atau mendatang, dan berpegang pada nafi atau istifham atau mukhbar ‘anhu atau maushuf, seperti:

مَا ضَرَّابٌ زَيْدٌ عَمْرً = Zaid bukanlah orang yang banyak memukul ‘Amr

Atau seakan-akan:
أَمَّا اْلعَسَلُ فَأَنَا شَرَّابٌ = adapun madu itu, maka sayalah orang yang gemar meminumnya.

Yang keempat adalah isim maf’ul seakan-akan مُكْرَمٌ dan مَضْرُوْبٌ. Ia mampu berinfak seolah-olah amal fi’il yang mabni maf’ul, dan syarat pengamalannya sama seperti:

جَاءَ اْلمَضْرُوْبُ عَبْدُهُ = Telah datang orang yang hamba sahayanya dipukul
زَيْدٌ مَضْرُوبٌ عَبْدَهُ = Zaid adalah orang yang hamba sahayanya dipukul

Maka lafazh عَبْدَهُ berkedudukan sebagai naibul fa’il dalam kedua acuan tersebut.

Yang kelima yaitu shifat musyhabbihah (kata sifat yang mirip) isim fa’il yang muta’addi kepada maf’ul satu, seperti lafazh حَسَنٌ dan ظَرِيْفٌ. Bagi ma’mul-nya ada tiga keadaan I’rab, yaitu:

Dibaca rafa’ karena menjadi fa’il, seolah-olah:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنٍ وَجْهُهُ وَظَرِيْفٍ لَفْظُهُ
Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang tampan parasnya dan pintar bicaranya.

Dibaca nashab karena diserupakan dengan maf’ul jika ia merupakan isim ma’rifah, seperti:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنٍ الوَجْهَ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang bermuka tampan
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنٍ وَجْهَهُ = Aku telah bertemu dengan seorang pria yang wajahnya ganteng

Dan beliaunggap tamyiz jika ia berupa isim nakirah, seakan-akan:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنٍ وَجْهًا = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki berwajah ganteng.

Dan dibaca jar sebagai lafazh yang di-mudhaf-kan, seolah-olah:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنِ اْلوَجهِ = Aku telah bertemu dengan seorang pria yang berwajah tampan.

Akan tetapi, ma’mul dari shifat tidak boleh mendahului ‘amil-nya, dan harus dihubungkan dengan dhamir maushuf, adakalanya secara lafzhi, seolah-olah:
زَيْدٌ حَسنُ وَجْهِهِ = Zaid wajahnya tampan

Dan adakalanya dengan dhamir maknawi, seperti:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنِ اْلوَجْهِهِ = Aku telah bertemu dengan seorang pria yang berwajah tampan

Yang keenam yaitu isim tafdhil, seolah-olah أَكرَمُ dan أَفْضَلُ,  tetapi ia tidak mampu me-nashab-kan maf’ul bih menurut akad semua mahir nahwu, dan tidak dapat me-rafa’-kan isim zhahir kecuali dalam perkara kuhl (celak mata). Penjelasannya ialah bila di dalam kalimat yang dimaksud terdapat nafi dan sehabis itu terdapat isim jinis yang disifati oleh isim tafdhil, sedangkan sehabis itu terdapat isim yang mufadhdhal ‘alaa nafsihi dipandang dari dua segi pengertian, misalnya:

مَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَحْسَنَ فِي عَيْنِهِ اْلكُهْلُ مِنْهُ فِي عَينِ زَيْدٍ
Aku belum pernah melihat seorang laki-laki yang mempunyai celak mata yang paling indah dimatanya daripada celak mata yang ada pada mata si Zaid.

Isim tafdhil ini dapat berinfak pada tamyiz, seakan-akan dalam firman Allah ta’ala:
أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا = Hartaku lebig banyak daripada hartamu (al-kahfi:34).
Tamyiz-nya ialah lafazh مَالًا

Juga dapat beramal pada jar dan majrur serta zharaf, seakan-akan:
زَيْدٌ أَفْضَلُ مِنكَ اْليَوْمَ = Zaid lebih baik daripada kau pada hari ini.
Lafazh مِنكَ jar majrur, lafazh اْليَوْمَ zharaf

Yang ketujuh ialah isim fi’il, ia terdiri atas tiga macam, yaitu ada yang bermakna amar; jenis ini merupakan bentuk yang paling banyak, seolah-olah shah bermakna uskut (diamlah), mah bermakna tahanlah, aamin bermakna kabulkanlah, ‘alaika Zaidan bermakna tetapilah beliau, dan duunaka yang bermakna ambillah.

Ada pula yang bermakna madhi, seperti haihaata bermakna ba’uda (jauh) dan syattaana yang bermakna berpisah. Ada yang bermakna mudhari’, seperti awwah bermakna aku sakit, uffin bermakna hus!

Isim fi’il dapat bersedekah seakan-akan fi’il yang semakna dengannya, tetapi dilarang di-mudhaf-kan dan ma’mul-nya dilarang mendahuluinya. Isim yang di-tanwin-kan darinya merupakan nakirah, sedangkan yang tidak di-tanwin-kan darinya merupakan ma’rifah.

Demikianlah artikel wacana Isim yang Beramal Seperti Amal Fi’il ini saya buat, supaya mampu bermanfaat bagi pembaca, dan hingga jumpa di artikel selanjutnya!

Berlangganan Untuk Mendapatkan Artikel Terbaru:

0 Komentar Untuk "Isim yang Beramal Seperti Amal Fi’il"

Posting Komentar