IBX5980432E7F390 Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu - Doa Senjata Muslim

Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu

Doa Shahih | Bagi teman-teman yang pernah mondok, khususnya di pesantren yang mengajarkan kitab kuning, niscaya sangat sering mendengar kata “Zaid (زَيْدٌ)” dan “Amr (عَمْرٌو)”. Keduanya merupakan sosok yang paling populer dikalangan pesantren karena paling banyak disebutkan, terutama dalam kitab-kitab nahwu untuk dijadikan sebagai contoh.

Dalam kitab-kitab nahwu, seolah-olah Jurumiyah, ‘imrithi, Alfiyah dan lain-lain, nama Zaid dan ‘Amr layaknya seakan-akan idola. Karena keduanya sangat sering disebutkan dalam aneka macam teladan dalam kitab-kitab nahwu tersebut.

Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu

Seperti pola:
  • زَيْدٌ قَائِمٌ (Zaid bangun)
  • ضَرَبَ زَيْدٌ عَمْرًا (Zaid memukul 'Amr)

Santri yang baru mondok bahkan orang luar pesantren banyak yang ingin tau dengan hal ini. Mengapa harus عَمْرٌو - زَيْدٌ Zaid dan Amr yang sering dijadikan acuan?. Apalagi Bang عَمْرٌو , Kenapa selalu Dia yang menjadi objek yang di pukul?.

Penggunaan lafazh عَمْرٌو - زَيْدٌ (Zaid Dan Amr), hanya sekadar pola untuk lebih memberikan pemahaman yang mendalam terhadap para pemula dalam berguru qawaid Arab. Disamping itu, dengan hanya menggunakan dua kata itu, santri dapat lebih mudah untuk mengingat dan menghafalnya.

Namun, selain karena tujuan di atas, rupanya ada alasan-alasan lain kenapa harus menggunakan Zaid dan 'Amr, berikut ulasannya dilansir dari santrionline.net:

Bang Zaid (زَيْدٌ)

Dalam Ilmu nahwu, Penggunaan lafazh Zaid Bukanlah sesuatu yang tanpa alasan dan sebab, karena para ulama nahwu memakai nama Zaidun untuk menerima berkah seolah-olah empunya nama, yaitu Zaidun itu sendiri. Nama Zaidun yaitu musytaq (turunan kata) dari akar kata Za', Ya', Dal yg memiliki arti ُّالنُّمُو (bertambah), bagi para pencari ilmu, dengan nama tersebut diperlukan bertambah baginya ilmu dan keberkahan.

Siapakah Zaid itu?

Zaid adalah nama sahabat Rasul yang disebut secara pribadi oleh Alquran sebagai orang yang mendapat anugerah, tepatnya dalam surat al-Ahzab ayat 37:

...فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا...
 […falamma qadha “zaid” minha wathara]

..."Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya)..."

“Zaid” yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah “Zaid bin Haritsah”, salah satu sahabat Rasul, yang dalam kisahnya, ialah orang yang menceraikan istrinya, berjulukan Zainab binti Jahsy, untuk kemudian dinikahi oleh Rasul, atas perintah Allah. Zaid ini begitu mengasihi Rasul, hingga ia disebut “al-hubb” (cinta). Nah, kabarnya, nama “Zaid” yang sering dijadikan acuan dalam kitab-kitab nahwu itu terinspirasi dari sosok Zaid yang diceritakan dalam Alquran tersebut. Bertabarruk dengan Quran.

Bang 'Amr (عَمْرٌو)

Kenapa nama 'Amr sering dijadikan objek pukulan dalam ilmu nahwu, seolah-olah ضُرِبَ عَمْرٌو ('Amr di pukul)?. Ternyata salah satu alasanya yaitu karna Amr mencuri abjad “waw”.

Sekilas ihwal 'Amr

Kata “'amr”, dalam bahasa Arab harus ditulis dengan empat huruf: (ع م ر و). Huruf “waw” pada kata عمرو hanyalah sebagai abjad komplemen yang tidak mempunyai fungsi penting selain untuk pembeda antara kata "'Amr dan Umar", biar rangkaian karakter-huruf tersebut dibaca “amr” oleh pembaca, bukan “umar”. Sebab, kata “عمر” telah menjadi “hak paten” bagi nama sashabat Rasul, Umar bin Khatab.

Dan yang menjadui pertanyaan berikutnya, dari manakah huruf  “waw” aksesori itu berasal?
Dalam kitab "An-Nadharat" karya Syaikh Musthafa Luthfi bin Muhammad Luthfi Al-Manfalti (w. 1343) Juz 1 hlm 307, dikisahkan bahwa ada salah satu menteri dalam pemerintahan Daulah Utsmaniyah bernama Daud Basya yang ingin mencar ilmu Bahasa Arab. Ia mendatangkan salah seorang ulama untuk mengajarinya. Setiap kali ulama tersebut menjelaskan i’rab rafa’ dan nashab atau fa’il dan maf’ul, ia  selalu membuatkan pola dengan lafazh “ضَرَبَ زَيْدٌ عَمْرًا”, yang artinya, Zaid memukul 'Amr. Karena dilanda rasa penasaran, sang menteri pun bertanya:

"Apa kesalahan 'Amr sehingga Zaid memukulnya setiap hari?, Apakah Amr punya kedudukan yang lebih rendah dari Zaid sehingga Zaid mampu sesuka hati memukulnya, menyiksanya, kemudian 'Amr tidak mampu membela dirinya?". Sang menteri bertanya sambil menghentakkan kakinya ke tanah dengan marah-marah.

Gurunya menjawab : "Tidak ada yang memukul dan tidak ada yang dipukul!. Ini hanyalah contoh yang dibuat ulama nahwu untuk memudahkan para pelajar dalam memahami kaidah-kaidah nahwu”. Jawaban tersebut sama sekali tidak memuaskan hati sang menteri. Dia marah, kemudian memenjarakan ulama yang telah mengajarinya itu.

Setelah insiden itu, Ia menyuruh orang untuk mencari ulama nahwu lain. Ia juga menanyakan pertanyaan yang sama pada mereka. Dan balasannya pun sama, sehingga banyak ulama di negerinya yang dimasukkan ke dalam penjara, karena balasan yang tidak dapat memuaskan hatinya. Penjara penuh dengan para ulama dan madrasah-madrasah semakin sunyi.

Kejadian tersebut menjadi perbincangan di mana-mana, alhasil sang menteri mengutus anak buahnya untuk menjemput para ulama-ulama mahir Nahwu (Nuhat) dari Baghdad. Mereka pun datang untuk menghadiri usul menteri, para Nuhat tersebut dipimpin oleh seorang ulama yang paling alim, cerdas, cakap, dan cendekia.

Di hadapan para hebat Nahwu Baghdad ini, Daud Basya tetap melontarkan pertanyaan yang sama. “Apa kesalahan Amr hingga ia selalu dipukul Zaid?”
Ulama itu menjawab:

إِنَّهُ هجمٌ عَلىَ اْسْمِ مَوْلَانَا اْلوَزِيْرِ وَاغْتَصِبْ مِنْهُ اْلوَاوَ فَسَلطَ النَّحْوِيُوْنَ عَلَيْهِ زَيْدًا يَضْرِبُهُ كُلّ يِوْم جَزَاء وَقَاحته وفضوله يُشِيْرُ إِلىَ زِيَادَةِ وَاوِ عَمْرٌو وَإِسْقَاطِ اْلوَاوِ الثَّانِيَّةِ مِنْ دَاوُد فِي الرَّسْمِ

“Kesalahan Amr adalah karena ia telah mencuri karakter wawu yang seharusnya itu milik Anda”. Ia memperlihatkan adanya aksara waw pada lafazh 'Amr setelah abjad ra. Lalu melanjutkan jawabannya: “Dan abjad waw ini lah yang saharusnya ada dalam lafazh Daud. Lihat! waw pada lafazh Daud hanya satu, yang seharusnya ada dua!”. Selanjutnya ia berkata: “Oleh karena itu, para ulama nahwu memberikan wewenang kepada Zaid untuk selalu memukul Amr, sebagai hukuman atas perbuatannya itu!”.

Mendengar balasan tersebut, Sang menteri benar-benar puas dan memuji ulama tersebut, seraya mengatakan bahwa Ia akan menyampaikan apapun hadiah yang diinginkan ulama tersebut. Namun ulama itu menjawab:

“Aku hanya memohon supaya para ulama yang telah dipenjara segera dibebaskan”.
Sang Menteri mengabulkannya dan memberikan hadiah kepada para ulama bagdad tersebut. Wallahu A’lam.
Note:
Asal lafazh Dawwud adalah دَاوُوْدَ
Kata “Dawud”, dalam bahasa Arab ditulis “dal”, “alif”, “wawu”, “dal”. Dalam bacaan Alquran, sesuai dengan ilmu tajwid, “wawu” berharakat “dhammah” dalam kata “daud” itu mesti dibaca panjang satu “alif” atau tiga “harakat” atau yang disebut dengan hukum “mad thabi’i”. Dalam teorinya, hukum “mad thabi’i” berlaku kalau dalam satu kata, ada harakat “fathah” bertemu sehabisnya dengan karakter “alif”, atau harakat “kasrah” dengan huruf “ya”, atau harakat dhammah dengan abjad “wawu”.

Nah, pada kata “dawud” (dal, alif, wawu, dal), abjad “wawu” yang berharakat “dhammah” harus dibaca panjang satu “alif” atau satu “harakat” sebagai “mad thabi’i”, meski setelahnya tidak terlihat ada huruf “wawu” – sebagaimana disyaratkan hukum mad itu. “Waw” di sana telah hilang dicuri si Amr.

Maka, pada setiap kata “dawud” di dalam Alquran, setidaknya yang dengan “rasm utsmani”, selalu ditambahkan “wawu” kecil setelah karakter “wawu” pokok, sebagai penanda semoga “wawu” pokok itu dibaca panjang.

Terimakasih telah membaca artikel "Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu". Semoga berita ini bermanfaat bagi sahabat-teman. :)

Berlangganan Untuk Mendapatkan Artikel Terbaru:

0 Komentar Untuk "Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu"

Posting Komentar