Kisah Islami, Cinta Sejati yang Berawal dari Kebencian (Sangat Inspiratif)
Doa Islam - Tumbuh besar di Amerika, Anda akan menemukan nilai-nilai kristiani yang tersembunyi dan secara turun temurun bertahan di lingkungan masyarakat. Namun agama tidaklah besar lengan berkuasa cukup besar dalam keseharian mereka. Sejak kecil, Nenek selalu mengajakku ke gereja di akhir pekan yang biasanya diisi dengan pelajaran Injil rutin dan begitu juga kemah animo panas. Seiring dengan bertambahnya usiaku, keterlibatanku di gereja pun semakin berkurang, waktuku kuhabiskan di sekolah, aktivitas olahraga, dan sebagainya. Aku selalu menonjol di bidang matematika dan sains selama periode sekolah, dan aku sangat tertarik dalam bidang tersebut.
Semasa Sekolah Menengan Atas kuputuskan untuk meninggalkan agama sepenuhnya dan kemudian menjadi seorang atheis, khususnya sesudah berdiskusi wacana beberapa hal dengan salah seorang guruku, yang sangat teguh dengan keyakinan atheisnya. Walaupun masih duduk di dingklik SMA, dan umur yang masih 17 tahun, saya masuk militer. Saat itu nyatanya keputusan yang saya ambil tidak bertahan lama, pada abad itu juga imanku terasa diperbaharui, untuk menjadi umat kristiani yang terlahir kembali. Apabila kita meninjau kembali argumen yang bekerjsama dari kaum Atheis, perihal tidak adanya Tuhan, maka kita akan tahu ini yaitu argumen yang dangkal. Pada ketika mereka menuduh kepercayaan akan adanya Tuhan adalah sangat tidak logis, di saat itu pula realita akan sains dan alam semesta memperlihatkan fakta yang sebaliknya. Setelah melalui perjalanan pemikiran ini, akhirnya saya pun kembali membaca Alkitab tiap hari. Mulai aktif beribadah dan benar-benar menjadi religius.
Musim panas berlalu, tragedi 9/11 pun terjadi. Di seluruh berita dan di setiap perkumpulan, semua orang selalu membicarakannya, perihal muslim yang mempercayai bahwa semakin banyak orang kafir yang ia bunuh, maka semakin oke tempatnya di surga. Hal ini sudah cukup menjadi alasan, bahwa tidak masuk kecerdikan kalau ada orang yang tertarik atau bahkan terbesit impian untuk mengetahui betapa “kejam”nya agama ini. Banyak orang yang kemudian berhenti pada titik ini, menumbuhkan rasa benci buta akan Islam, sebagaimana pula saya. Yah aku ialah selayaknya orang kulit putih militer Amerika, dengan kebencian yang sangat kuat terhadap Islam dan muslim. Semua ini berlanjut selama berbulan-bulan, dan kian mengeras oleh pemberitaan non-stop dari media perihal seluruh kejahatan Islam.
Tiga bulan berlalu ketika salah satu guru kami menciptakan penawaran, barang siapa diantara para muridnya yang bisa menghasilkan proyek orisinil dan cukup unik, maka otomatis akan dinyatakan lulus dari kelas yang ia ampu, hal ini disengaja untuk memancing kreativitas kami. Berkaitan dengan topik yang masih hangat, aku memilih membuat game perihal mencari dan membasmi Osama bin Laden, dan balasannya berhasil menyelesaikan proyek ini lebih awal.
Karena deadline proyek ini masih ada seminggu lagi sesudah liburan natal, maka aku berkesempatan untuk menambahkan beberapa detil di periode liburan. Salah satunya yaitu detil berupa turban Osama bin Laden yang terbakar api. Namun saat saya mencari gambar-gambar pendukung fitur ini melalui Google, tanpa sengaja kutemukan beberapa artikel yang membuka pandanganku tentang Islam.
Masih teringat salah satu judul artikel yang kubaca ketika itu, wacana bagaimana muslim percaya akan Nuh, Ibrahim, Musa, Yesus dan para nabi lainnya yang sebelumnya sudah aku kenal sejak kecil sebagai umat kristiani. Kisah-kisah ini adalah santapan harianku selama masih mencar ilmu Injil. Sebagai hamba kristen yang taat hal ini menarik perhatianku, bagaimana mampu mereka percaya dengan para nabi namun tidak menjadi kristiani?.
Proyek game yang sedang dikerjakan pun kusisihkan, yang pada balasannya tidak pernah kusentuh lagi akibat sibuk dengan membaca artikel dan buku-buku. Kesibukan gresku ini jelas lebih baik dari pada para media dan berita yang membuat sensasi akan kebencian kami terhadap apa yang telah dilakukan oleh satu atau dua orang muslim. Tiap kali aku terbangun dari tidur, maka bacaan-bacaan agama kerap menemaniku sampai-sampai saya terlelap di tengah membaca. Rutinitas baru ini terus berulang selama kala liburanku itu.
Sangat menarik yang saya temukan di abad pencarianku melalui buku-buku itu, bahwa jikalau seseorang berkeinginan untuk menjadi pribadi yang religius serta membangun kekerabatan dengan Tuhannya, maka pada umumnya ia akan mulai dari apa yang ia tahu dan menjadi pembela ajaran apapun dimana ia dibesarkan. Walaupun pedoman itu belum tentu mewakili kebenaran yang dicarinya. Untuk menjadi seorang kristiani yang sesungguhnya, aku butuh melihat lebih dalam wacana Islam dan agama lainnya. Sehingga pilihanku terhadap kristiani tidak hanya berdasar pada keyakinan bawaan semata.
Dalam sejarah awal abad-masa kristiani, kutemukan bahwa nilai dan fatwa asli Yesus bukanlah aliran yang ditaati dan dipraktekkan oleh gereja, bahkan gereja menstandarisasi keyakinan mereka sembari memperabukan apapun (dan siapapun) yang menentang mereka. Aku terinspirasi bahwa semua ini yaitu jalan kehendak dari Tuhan yang selalu Ia Lakukan, dalam rangka menyelamatkan kemurnian agamaNya dan kesucian pemikiranNya melalui rasul-Nya, yaitu Muhammad yang lahir pada tahun 571 Masehi, ratusan tahun setelah majelis yang dimulai di Nicaea pada 325 M. Majelis yang sama yang melahirkan suatu pemikiran, yang lebih kita kenal sebagai anutan kristiani.
Alquran pun coba kupelajari dan begitu juga dengan fakta bahwa ia belum pernah diubah-ubah, tidak satu huruf pun!. Ini berita yang luar biasa sebagai seorang penganut kristiani,mengingat sugesti yang menimpa kami menekankan bahwa “roh kudus” sendirilah yang membimbing para penulis dan penyusun Injil. Sejarah menyangkal dan memperlihatkan bahwa Injil telah diubah dan dirusak, bahkan tidak ada manuskript asli yang bisa dijadikan bukti dan konstribusi berarti. Berbeda dengan Bibel, Alquran menyampaikan kesan interaksi langsung dengan Tuhan, bahasa asli yang berasal dari Tuhan itu sendiri, inilah yang kurasakan dikala membacanya. Bukan dari orang yang melihat orang lain melaksanakan sesuatu, yang kemudian memberitahukannya kepada orang yang lainnya lagi, yang selanjutnya menulis surat kepada seseorang, sehingga disusunlah sebuah buku berasal dari surat-surat tersebut, dimana manuskript asli surat-surat itu kini telah hilang, dan buku itu akibatnya dibaca sebagai dongeng narasi yang seakan dituturkan oleh pelakunya pribadi.
Alquran di pihak lain ialah asli Kata-Kata Tuhan, seakan Ia sendiri yang menuturkannya padaku. Sebagai pemanis aku pun menyimak sejarah akan aneka macam mukjizat yang benar-benar terjadi serta ramalan tentang Muhammad dan Quran.
Setelah melalui proses awal pencarian dan banyak membaca, timbul impian untuk menemui seorang muslim dan membahas tentang apa yang kutemukan dalam Islam. Aku tidak pernah bertemu dengan seorang muslim sebelumnya, maka segera kucari tahu ihwal masjid yang ada, namun tidak ada satu masjidpun yang dekat dengan tempat aku tinggal. Aku pun mulai memanfaatkan internet dan chatting dengan para muslim melalui ruang chat IRC.
Aku sempat berdialog dengan muslim dari Asia, Eropa, bahkan para mu’allaf Spanyol yang tinggal di Amerika. Kutemukan beberapa detail dari keyakinan akan Islam melalui aneka macam dialog ini, hingga saya sama sekali tak dapat memungkiri lagi akan kebenaran yang sungguh sangat terang terlihat.
Status sebagai muslim belum kupegang, namun telah banyak keraguan yang membisiki telingaku “tapi kan kamu bukan orang Arab, Islam hanya untuk orang Arab” atau “apa kata sahabat-teman dan keluargamu nanti, apalagi sesudah 9/11” dan seterusnya. Ini semua hanyalah gangguan dan riak kecil yang tidak ada hubungannya dengan bersikap jujur untuk mengikuti kebenaran Tuhan. Sehingga bisikan-bisikan itu pun akhirnya hilang dengan sendirinya. Aku adalah seorang muslim setelah bersaksi seorang diri di dalam kamarku “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad yaitu hamba dan utusan Allah” dan melanjutkan belajar melalui internet, online bersama muslim yang lain.
Salah satu dari beberapa muslim yang aku temui di internet bernama Joseph. Beliau juga warga Amerika kulit putih yang telah pensiun dari 20 tahun abad pengabdiannnya di angkatan bahari. Ia cukup kaget sesudah mendengar saya belum pernah bertemu langsung dengan satu orang muslim pun, seketika itu ia menyetir mobilnya untuk menemuiku dengan menempuh perjalanan darat 7 jam usangnya. Kami makan siang bersama, dan ia menghadiahkan beberapa buku kepadaku. Karena ia harus bekerja kembali esok hari, maka ia pulang di hari itu juga menempuh 7 jam perjalanan darat yang sama. Persaudaraan instan yang menjelma di antara dua orang pengikut kebenaran Tuhan, ialah keunikan tersendiri dalam Islam yang akan sulit dimengerti oleh orang lain, segala puji hanya bagi Allah (Alhamdulillah).
Alhasil kondisi keislamanku kusampaikan kepada teman-teman dan keluarga, respons yang kuterima sudah sesuai seolah-olah yang saya duga. Kebanyakan dari mereka berlepas tangan dan tidak mau terlibat lagi dengan keputusan yang aku ambil, bahkan keluargaku sendiri menyebut saya teroris dan sebutan lain yang lebih buruk lagi. Namun ini semua hanyalah kesalahpahaman yang mereka telan dari hasil didikan media. Berdasarkan gosip dari Joseph dan muslim yang lain, saya berangkat menuju Virginia dengan bis untuk mengunjungi kota berkomunitas muslim yang lebih besar dan beberapa masjid yang besar pula.
Kejadian selanjutnya adalah latihan militer dasar yang kuikuti selama empat bulan. Latihan ini dilaksanakan pada liburan trend panas pertama setelah 9/11, yang menjawab alasan dan motivasi sebahagian akseptor pelatihan ketika itu yaitu karena kebencian mereka kepada para muslim. Tentunya ini ialah pengalaman yang “unik” bagiku sebagai satu-satunya muslim di satuan kompi training militer kami di tahun itu. Lika-liku di kamp pembinaan ini sangat banyak, namun cobaan apapun yang kita tempuh selama itu masih dalam koridor syari’at Allah dan dengan tetap bersabar, maka ini hanyalah semakin menambah keimanan kita.
Aku pun kembali dari training militer, dan sebahagaian besar keluargaku berharap hal ini akan “memperbaiki” keadaanku. Tapi yang ada hanyalah kekecewaan lantaran melihat aku masih tetap seorang muslim. Sebuah masjid kecil aku temukan di area daerah tinggalku, namun jamaah yang aktif hanya dua orang saja. Aku pun sempat pindah dari rumah menginap di mobilku sendiri selama beberapa hari, hingga balasannya seorang kenalan saudara muslim dari Virginia mengajakku untuk pindah bersamanya. Aku pun pindah ke Virginia dan memperoleh kesempatan berguru Islam lebih mendalam dan menjadi potongan dari komunitas masyarakat.
Sejak ketika itu aku mulai belajar Islam secara formal maupun non formal kepada banyak para pengajar Islam ditambah lagi dengan materi perbandingan agama. Di periode kemudian semakin dalam saya mencar ilmu ihwal pemikiran kristiani, semakin lemah pula iman yang saya punya. Sebaliknya dengan Islam, bertambahnya pengetahuanku hanya akan meningkatkan iman dan membuka cakrawala akan kesempurnaan Tuhan serta agama-Nya yang murni yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Ketika kesalahpahaman terhadap Islam mengisolir pandangan sebahagian orang, di sisi lain Islam ialah pemikiran yang tepat, sistem yang lengkap, jalan hidup yang paripurna. Islam menunjukkan petunjuk dan bimbingan moral, akhlak, nilai-nilai spiritual, dan tatanan sosial.
Semasa Sekolah Menengan Atas kuputuskan untuk meninggalkan agama sepenuhnya dan kemudian menjadi seorang atheis, khususnya sesudah berdiskusi wacana beberapa hal dengan salah seorang guruku, yang sangat teguh dengan keyakinan atheisnya. Walaupun masih duduk di dingklik SMA, dan umur yang masih 17 tahun, saya masuk militer. Saat itu nyatanya keputusan yang saya ambil tidak bertahan lama, pada abad itu juga imanku terasa diperbaharui, untuk menjadi umat kristiani yang terlahir kembali. Apabila kita meninjau kembali argumen yang bekerjsama dari kaum Atheis, perihal tidak adanya Tuhan, maka kita akan tahu ini yaitu argumen yang dangkal. Pada ketika mereka menuduh kepercayaan akan adanya Tuhan adalah sangat tidak logis, di saat itu pula realita akan sains dan alam semesta memperlihatkan fakta yang sebaliknya. Setelah melalui perjalanan pemikiran ini, akhirnya saya pun kembali membaca Alkitab tiap hari. Mulai aktif beribadah dan benar-benar menjadi religius.
Musim panas berlalu, tragedi 9/11 pun terjadi. Di seluruh berita dan di setiap perkumpulan, semua orang selalu membicarakannya, perihal muslim yang mempercayai bahwa semakin banyak orang kafir yang ia bunuh, maka semakin oke tempatnya di surga. Hal ini sudah cukup menjadi alasan, bahwa tidak masuk kecerdikan kalau ada orang yang tertarik atau bahkan terbesit impian untuk mengetahui betapa “kejam”nya agama ini. Banyak orang yang kemudian berhenti pada titik ini, menumbuhkan rasa benci buta akan Islam, sebagaimana pula saya. Yah aku ialah selayaknya orang kulit putih militer Amerika, dengan kebencian yang sangat kuat terhadap Islam dan muslim. Semua ini berlanjut selama berbulan-bulan, dan kian mengeras oleh pemberitaan non-stop dari media perihal seluruh kejahatan Islam.
Tiga bulan berlalu ketika salah satu guru kami menciptakan penawaran, barang siapa diantara para muridnya yang bisa menghasilkan proyek orisinil dan cukup unik, maka otomatis akan dinyatakan lulus dari kelas yang ia ampu, hal ini disengaja untuk memancing kreativitas kami. Berkaitan dengan topik yang masih hangat, aku memilih membuat game perihal mencari dan membasmi Osama bin Laden, dan balasannya berhasil menyelesaikan proyek ini lebih awal.
Karena deadline proyek ini masih ada seminggu lagi sesudah liburan natal, maka aku berkesempatan untuk menambahkan beberapa detil di periode liburan. Salah satunya yaitu detil berupa turban Osama bin Laden yang terbakar api. Namun saat saya mencari gambar-gambar pendukung fitur ini melalui Google, tanpa sengaja kutemukan beberapa artikel yang membuka pandanganku tentang Islam.
Masih teringat salah satu judul artikel yang kubaca ketika itu, wacana bagaimana muslim percaya akan Nuh, Ibrahim, Musa, Yesus dan para nabi lainnya yang sebelumnya sudah aku kenal sejak kecil sebagai umat kristiani. Kisah-kisah ini adalah santapan harianku selama masih mencar ilmu Injil. Sebagai hamba kristen yang taat hal ini menarik perhatianku, bagaimana mampu mereka percaya dengan para nabi namun tidak menjadi kristiani?.
Proyek game yang sedang dikerjakan pun kusisihkan, yang pada balasannya tidak pernah kusentuh lagi akibat sibuk dengan membaca artikel dan buku-buku. Kesibukan gresku ini jelas lebih baik dari pada para media dan berita yang membuat sensasi akan kebencian kami terhadap apa yang telah dilakukan oleh satu atau dua orang muslim. Tiap kali aku terbangun dari tidur, maka bacaan-bacaan agama kerap menemaniku sampai-sampai saya terlelap di tengah membaca. Rutinitas baru ini terus berulang selama kala liburanku itu.
Sangat menarik yang saya temukan di abad pencarianku melalui buku-buku itu, bahwa jikalau seseorang berkeinginan untuk menjadi pribadi yang religius serta membangun kekerabatan dengan Tuhannya, maka pada umumnya ia akan mulai dari apa yang ia tahu dan menjadi pembela ajaran apapun dimana ia dibesarkan. Walaupun pedoman itu belum tentu mewakili kebenaran yang dicarinya. Untuk menjadi seorang kristiani yang sesungguhnya, aku butuh melihat lebih dalam wacana Islam dan agama lainnya. Sehingga pilihanku terhadap kristiani tidak hanya berdasar pada keyakinan bawaan semata.
Dalam sejarah awal abad-masa kristiani, kutemukan bahwa nilai dan fatwa asli Yesus bukanlah aliran yang ditaati dan dipraktekkan oleh gereja, bahkan gereja menstandarisasi keyakinan mereka sembari memperabukan apapun (dan siapapun) yang menentang mereka. Aku terinspirasi bahwa semua ini yaitu jalan kehendak dari Tuhan yang selalu Ia Lakukan, dalam rangka menyelamatkan kemurnian agamaNya dan kesucian pemikiranNya melalui rasul-Nya, yaitu Muhammad yang lahir pada tahun 571 Masehi, ratusan tahun setelah majelis yang dimulai di Nicaea pada 325 M. Majelis yang sama yang melahirkan suatu pemikiran, yang lebih kita kenal sebagai anutan kristiani.
Alquran pun coba kupelajari dan begitu juga dengan fakta bahwa ia belum pernah diubah-ubah, tidak satu huruf pun!. Ini berita yang luar biasa sebagai seorang penganut kristiani,mengingat sugesti yang menimpa kami menekankan bahwa “roh kudus” sendirilah yang membimbing para penulis dan penyusun Injil. Sejarah menyangkal dan memperlihatkan bahwa Injil telah diubah dan dirusak, bahkan tidak ada manuskript asli yang bisa dijadikan bukti dan konstribusi berarti. Berbeda dengan Bibel, Alquran menyampaikan kesan interaksi langsung dengan Tuhan, bahasa asli yang berasal dari Tuhan itu sendiri, inilah yang kurasakan dikala membacanya. Bukan dari orang yang melihat orang lain melaksanakan sesuatu, yang kemudian memberitahukannya kepada orang yang lainnya lagi, yang selanjutnya menulis surat kepada seseorang, sehingga disusunlah sebuah buku berasal dari surat-surat tersebut, dimana manuskript asli surat-surat itu kini telah hilang, dan buku itu akibatnya dibaca sebagai dongeng narasi yang seakan dituturkan oleh pelakunya pribadi.
Alquran di pihak lain ialah asli Kata-Kata Tuhan, seakan Ia sendiri yang menuturkannya padaku. Sebagai pemanis aku pun menyimak sejarah akan aneka macam mukjizat yang benar-benar terjadi serta ramalan tentang Muhammad dan Quran.
Setelah melalui proses awal pencarian dan banyak membaca, timbul impian untuk menemui seorang muslim dan membahas tentang apa yang kutemukan dalam Islam. Aku tidak pernah bertemu dengan seorang muslim sebelumnya, maka segera kucari tahu ihwal masjid yang ada, namun tidak ada satu masjidpun yang dekat dengan tempat aku tinggal. Aku pun mulai memanfaatkan internet dan chatting dengan para muslim melalui ruang chat IRC.
Aku sempat berdialog dengan muslim dari Asia, Eropa, bahkan para mu’allaf Spanyol yang tinggal di Amerika. Kutemukan beberapa detail dari keyakinan akan Islam melalui aneka macam dialog ini, hingga saya sama sekali tak dapat memungkiri lagi akan kebenaran yang sungguh sangat terang terlihat.
Status sebagai muslim belum kupegang, namun telah banyak keraguan yang membisiki telingaku “tapi kan kamu bukan orang Arab, Islam hanya untuk orang Arab” atau “apa kata sahabat-teman dan keluargamu nanti, apalagi sesudah 9/11” dan seterusnya. Ini semua hanyalah gangguan dan riak kecil yang tidak ada hubungannya dengan bersikap jujur untuk mengikuti kebenaran Tuhan. Sehingga bisikan-bisikan itu pun akhirnya hilang dengan sendirinya. Aku adalah seorang muslim setelah bersaksi seorang diri di dalam kamarku “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad yaitu hamba dan utusan Allah” dan melanjutkan belajar melalui internet, online bersama muslim yang lain.
Salah satu dari beberapa muslim yang aku temui di internet bernama Joseph. Beliau juga warga Amerika kulit putih yang telah pensiun dari 20 tahun abad pengabdiannnya di angkatan bahari. Ia cukup kaget sesudah mendengar saya belum pernah bertemu langsung dengan satu orang muslim pun, seketika itu ia menyetir mobilnya untuk menemuiku dengan menempuh perjalanan darat 7 jam usangnya. Kami makan siang bersama, dan ia menghadiahkan beberapa buku kepadaku. Karena ia harus bekerja kembali esok hari, maka ia pulang di hari itu juga menempuh 7 jam perjalanan darat yang sama. Persaudaraan instan yang menjelma di antara dua orang pengikut kebenaran Tuhan, ialah keunikan tersendiri dalam Islam yang akan sulit dimengerti oleh orang lain, segala puji hanya bagi Allah (Alhamdulillah).
Alhasil kondisi keislamanku kusampaikan kepada teman-teman dan keluarga, respons yang kuterima sudah sesuai seolah-olah yang saya duga. Kebanyakan dari mereka berlepas tangan dan tidak mau terlibat lagi dengan keputusan yang aku ambil, bahkan keluargaku sendiri menyebut saya teroris dan sebutan lain yang lebih buruk lagi. Namun ini semua hanyalah kesalahpahaman yang mereka telan dari hasil didikan media. Berdasarkan gosip dari Joseph dan muslim yang lain, saya berangkat menuju Virginia dengan bis untuk mengunjungi kota berkomunitas muslim yang lebih besar dan beberapa masjid yang besar pula.
Kejadian selanjutnya adalah latihan militer dasar yang kuikuti selama empat bulan. Latihan ini dilaksanakan pada liburan trend panas pertama setelah 9/11, yang menjawab alasan dan motivasi sebahagian akseptor pelatihan ketika itu yaitu karena kebencian mereka kepada para muslim. Tentunya ini ialah pengalaman yang “unik” bagiku sebagai satu-satunya muslim di satuan kompi training militer kami di tahun itu. Lika-liku di kamp pembinaan ini sangat banyak, namun cobaan apapun yang kita tempuh selama itu masih dalam koridor syari’at Allah dan dengan tetap bersabar, maka ini hanyalah semakin menambah keimanan kita.
Aku pun kembali dari training militer, dan sebahagaian besar keluargaku berharap hal ini akan “memperbaiki” keadaanku. Tapi yang ada hanyalah kekecewaan lantaran melihat aku masih tetap seorang muslim. Sebuah masjid kecil aku temukan di area daerah tinggalku, namun jamaah yang aktif hanya dua orang saja. Aku pun sempat pindah dari rumah menginap di mobilku sendiri selama beberapa hari, hingga balasannya seorang kenalan saudara muslim dari Virginia mengajakku untuk pindah bersamanya. Aku pun pindah ke Virginia dan memperoleh kesempatan berguru Islam lebih mendalam dan menjadi potongan dari komunitas masyarakat.
Sejak ketika itu aku mulai belajar Islam secara formal maupun non formal kepada banyak para pengajar Islam ditambah lagi dengan materi perbandingan agama. Di periode kemudian semakin dalam saya mencar ilmu ihwal pemikiran kristiani, semakin lemah pula iman yang saya punya. Sebaliknya dengan Islam, bertambahnya pengetahuanku hanya akan meningkatkan iman dan membuka cakrawala akan kesempurnaan Tuhan serta agama-Nya yang murni yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Ketika kesalahpahaman terhadap Islam mengisolir pandangan sebahagian orang, di sisi lain Islam ialah pemikiran yang tepat, sistem yang lengkap, jalan hidup yang paripurna. Islam menunjukkan petunjuk dan bimbingan moral, akhlak, nilai-nilai spiritual, dan tatanan sosial.

0 Komentar Untuk "Kisah Islami, Cinta Sejati yang Berawal dari Kebencian (Sangat Inspiratif)"
Posting Komentar